Koperasi
Indonesia tidak hanya sebaga5 badan usaha seperti firma, perseroan terbatas,
tetapi 14ga merupakan agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan berperan untuk menyebarluaskan jiwa
dan semangat koperasi untuk dapat dikembangkan pada perusahaan swasta dan
negara. Namun demikian, rendahnya kualitas SDM koperasi, adanya kasus-kasus
penyimpangan, serta kurang optimalnya peran pengawas menyebabkan kehidupan dan
kinerja koperasi semakin terpuruk sehingga masyarakat trauma dan memiliki citra
negatif terhadap koperasi. Beberapa faktor penyebabnya :
1.
Ketidakmampuan koperasi menjalankan fungsi yang dijanjikan. Banyak alasan
mengapa orang-orang menginginkan terbentuknya koperasi, antara lain untuk
memperoleh pelayanan usaha yang optimal. Dengan berkoperasi, para anggota
menginginkan dapat memperoleh barang-barang kebutuhan pokok dan barangbarang
kebutuhan usaha secara tepat waktu dan harga yang relative lebih murah,
memperoleh pinjaman dengan syarat yang lebih mudah, dapat menjual produk dengan
harga yang menguntungkan, meningkatkan posisi tawar terhadap pihak lain, dapat
mengembangkan usaha lanjutan (misalnya pengolahan dan pemasaran) serta
meningkatkan kekuatan dalam menghadapi praktek monopoli maupun persaingan.
Apabila koperasi tidak mampu menjalankan fungsinya untuk mewujudkan apa yang
diharapkan anggotanya, sudah barang tentu para anggota merasa kecewa yang
akhirnya muncul citra yang kurang baik terhadap koperasi.
2. Adanya
penyimpangan kegiatan usaha tidak sesuai dengan kepentingan anggota. Dalam perkembangannya,
jika tidak hati-hati dapat terjadi penyimpangan kegiatan koperasi yang lebih
mengutamakan kepentingan pengurus atau investor, sehingga kebijaksanaan yang
diambil justru digunakan untuk membela dan melindungi kepentingan
pengurus/investor. Sebagai contoh dalam koperasi simpan pinjam, penerapan bunga
pinjaman yang relatif tinggi kepada anggota, dengan maksud dapat membayar bunga
yang relatif tinggi terhadap para penabung/investor. Contoh lain, koperasi
dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu.
3.
Kualitas sumber daya manusia yang rendah. Suatu organisasi termasuk koperasi
akan dapat maju dan berkembang apabila didukung oleh sumber daya yang
berkualitas, khususnya untuk pengurus atau pengelola. Perlu disadari bersama
bahwa koperasi bukan merupakan organisasi social yang usahanya memberikan
santunan, bantuan cuma-cuma, bantuan social dan sebagainya. Adalah keliru, jika
seseorang ingin menjadi anggota koperasi dengan maksud untuk memperoleh
bantuan. Koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berwatak social, sehingga
dalam menjalankan kegiatannya tetap berpegang pada prinsip-prinsip bisnis,
berusaha mengembangkan usaha, memperoleh keuntungan, bertindak rasional,
mencari dan memanfaatkan peluang dengan tetap memperhatikan pelayanan dan
kepentingan anggota. Sebagai organisasi ekonomi, koperasi memerlukan
pengurus/pengelola yang berkualitas, sehingga mampu menjalankan manajemen
organisasi dan usaha yang baik, kreatif, inovatif dan mampu menjalin komunikasi
ke berbagai pihak. Sebaliknya jika pengurus/pengelola koperasi tidak
berkualitas, maka pengelolaan usaha dilakukan seadanya, hasil usaha yang
dicapai rendah atau usahanya tidak berkembang. Jika usaha koperasi tidak
berkembang, para anggota merasa dirugikan, akibatnya mereka merasa berkoperasi
tidak ada manfaatnya sehingga citra koperasi menjadi kurang baik.
4.
Pengawas bekerja tidak optimal. Pengawas atau badan pemeriksa dipercaya oleh
rapat anggota ditugasi melakukan monitoring dan pengawasan jalannya kehidupan
koperasi baik organisasi, usaha, maupun administrasi pembukuan. Adanya pengawas
diharapkan dapat menyelamatkan harta kekayaan milik organisasi, anggota maupun
stakeholder yang lain. Untuk itu pengawas harus melakukan pemeriksaan secara
rutin, baik yang dilakukan secara mendadak maupun periodik dan selanjutnya
melakukan tindak lanjut apabila ditemukan adanya penyimpangan. Kenyataannya,
banyak pengawas yang tidak optimal dalam menjalankan tugasnya, tidak melakukan
pemeriksaan secara dini, hanya memeriksa sekali setahun dan dilakukan secara
sekilas. Akibatnya tidak diketahui adanya penyimpangan yang terjadi. Tidak
berfungsinya pengawas memungkinkan terjadinya penyimpangan sehingga koperasi
menderita kerugian.
5.
Pengurus/pengelola tidak jujur. Kejujuran berkaitan dengan sikap mental dan
moral. Banyak koperasi yang mengalami kebankrutan karena pengurus/ pengelolanya
bersikap korup, ingin memperkaya diri serta memanfaatkan fasilitas koperasi
untuk memenuhi kepentingan diri sendiri atau golongan.
Upaya
yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan membangun citra koperasi
antara lain, sebagai berikut :
antara lain, sebagai berikut :
1. Pemerintah
perlu mensosialisasikan kembali hakikat dan substansi pasal 33 UUD 1945, di
mana perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan. Istilah disusun
mengindikasikan pemerintah harus bertindak aktif menyusun, mengatur dan
mengusahakan ke arah perekonomian yang didasarkan atas demokrasi ekonomi dan
jangan membiarkan perekonomian tersusun sendiri atas kekuatan pasar.
2.
Pemerintah perlu memiliki political will yang kuat terhadap eksistensi dan
pengembangan koperasi sebagai sarana membangun perekonomian nasional menuju
pada keadilan dan kesejahteraan social. Untuk itu, berbagai peraturan dan
kebijaksanaan ekonomi diharapkan dapat menumbuhkan iklim yang kondusif bagi
pengembangan koperasi, memberikan kepastian usaha , memberikan perlindungan
terhadap koperasi, menciptakan kondisi persaingan yang sehat, dalam pelaksanaan
mekanisme pasar (UU No. 25 Tahun 2000).
3.
Pemerintah perlu bertindak tegas untuk memberi sangsi dan atau membubarkan
organisasi yang berkedok koperasi, koperasi-koperasi yang “tidur”, koperasi
yang tidak sehat, dan selanjutnya membina koperasi yang prospektif dan
benar-benar sehat.
4. Membangun
jaringan kerjasama usaha antara koperasi dengan badan usaha lain dengan
dilandasi kemitraan yang saling menguntungkan. Kerjasama kemitraan tersebut
antara lain dalam hal : pengadaan bahan baku, proses produksi, pemasaran,
misalnya melalui program bapak angkat, joint venture, waralaba, intiplasma,
maupun subkontrak.
5.
Menyebarluaskan informasi terhadap koperasi yang berhasil melalui media massa,
sehingga masyarakat mengetahui bahwa banyak koperasi yang berhasil, patut
menjadi contoh dan mampu berperan dalam perekonomian local maupun nasional.
Sebaliknya media pers sebaiknya mengurangi pemberitaan negative tentang
koperasi, untuk lebih menonjolkan berita positif keberhasilan koperasi dari
berbagai wilayah dan berbagai jenis koperasi.
6.
Meningkatkan wawasan dan nilai-nilai perkoperasian di kalangan generasi muda
melalui pendidikan perkoperasian di tiap sekolah maupun lembaga pendidikan
lainnya, sehingga generasi muda memahami benar tentang manfaat dan peranan
koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan social. Meningkatkan
jiwa dan semangat kewirausahaan dalam koperasi, sehingga terbentuk koperasi
memiliki budaya kewirausahaan, berani bersaing, serta mampu menciptakan produk
yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Kunci
Sukses Koperasi
Berdasarkan
hasil kajian terhadap berbagai koperasi di Indonesia yang sukses, Jangkung
Handoyo Mulyo (2007) mengidentifikasi beberapa factor kunci sukses dalam rangka
pengembangan dan pemberdayaan koperasi. Faktor–faktor tersebut adalah :
1. Pemahaman pengurus dan anggota terhadap jati diri koperasi, yang dicitrakan oleh pengetahuan mereka terhadap ‘tiga serangkai koperasi’ yang meliputi pengertian koperasi (definition of co-operative), nilai-nilai koperasi (values of cooperative) dan prinsip-prinsip gerakan koperasi (principles of co-operative). Setelah dipahami, selanjutnya diimplementasikan dalam setiap aktivitas koperasi.
1. Pemahaman pengurus dan anggota terhadap jati diri koperasi, yang dicitrakan oleh pengetahuan mereka terhadap ‘tiga serangkai koperasi’ yang meliputi pengertian koperasi (definition of co-operative), nilai-nilai koperasi (values of cooperative) dan prinsip-prinsip gerakan koperasi (principles of co-operative). Setelah dipahami, selanjutnya diimplementasikan dalam setiap aktivitas koperasi.
2.
Kemampuan Pengurus untuk mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggota. Melalui
penjaringan aspirasi anggota akan dapat diketahui berbagai kebutuhan yang
diinginkan anggota, sehingga akan dapat diidentifikasi kebutuhan kolektif para
anggota.
3.
Adanya kesungguhan Pengurus dan pengelola dalam mengelola koperasi. Untuk itu
pengurus dan pengelola perlu kerja keras, ulet, inovatif, pantang menyerah,
jujur dan transparan. Agar koperasi berhasil, diperlukan figur pengurus yang
memang benar-benar dapat mengemban amanah anggota.
4.
Kegiatan usaha koperasi harus bersinergi dengan usaha anggota, sehingga
koperasi akan mampu memfasilitasi dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya apa
yang diperlukan anggota.
5.
Biaya transaksi antara koperasi dengan anggota lebih rendah jika dibandingkan
dengan biaya transaksi antara anggota terhadap badan usaha non koperasi.
Bayu Krisnamurti. (2007) Membangun Koperasi Berbasis Angota Dalam Rangka
Pengembangan Ekonomi Rakyat. www.ekonomirakyat.org/edisi 4/artikel :
Dawam Rahardjo (1997). Pengantar Koperasi Indonesia Menghadapi Abad ke-21.
Jakarta : Dekopin.
Ibnoe Soedjono (1997). Sosialisasi dan Implementasi Prinsip-Prinsip Koperasi,
Koperasi Indonesia Menghadapi Abad ke-21. Jakarta : Dekopin
Jangkung Handoyo Mulyo (2007). Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan Melali
Pemberdayaan Gerakan Koperasi. http://io.ppi-jepang.org/article
Subiakto Tjakrawerdaya. (2007). Koperasi dan Amanat Pengenasan Kemiskinan.
www.damandiri.or.id/detail.
Thoby Mutis. 2003. Pengembangan Koperasi : Kumpulan Karangan. Seri Pendidikan
Koperasi. Jakarta : Grassindo.
Undang Undang No.25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Tahun
2000-2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar